SDM, Permodalan, dan Akses Pasar adalah Kelemahan UKM

Persoalan sukses atau tidaknya suatu usaha tentu tidak terlepas dari sumber daya manusianya. Begitu juga dengan pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) kualitas SDM (sumber daya manusia) perlu diperhatikan. Menurut Ir. Agus Muharam, Deputi V Kementerian UKM dan Koperasi   dalam acara Bincang Malam Mata Mahasiswa pada episode 22 Agustus lalu, masalah yang pertama soal kualitas SDM dan pemberdayaan UKM, adalah mental,  attitude, mindset lulusan perguruan tinggi masih job seeker, harusnya dirubah menjadi job creator.  Kedua, yang bergelut di mikro ini umumnya masih lulusan SLTP dan SLTA, yang ketiga lemah dalam skill penguasaan bahasa Inggris ataupun komputer, yang keempat mereka masih lemah dalam jaringan bisnis, yang kelima mereka lemah dalam membaca peluang baik mikro maupun makro.

Pemaparan itu disampaikan dalam acara yang tiap Senin malam, pukul 22.00 WIB ditayangkan di TVRI, narasumber lainnya juga hadir, Muhammad Firmansyah dari Kadin, Ismet Hasan Putro dari Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HPPI). Dari kalangan mahasiswa, hadir Bachtiar Rizky Akbar dari Fakultas Ekonomi Universitas Bakrie, Rudi Gani, Ketua Umum Badko HMI Jabodetabek, dan Lodofitus Dando dari Persatuan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI).

Muhammad Firmansyah sepakat apa yang disampaikan Agus Muharam. Menurutnya, Kadin sangat konsen terhadap UMKM, malah Kadin sudah melaksanakan training-training di Jakarta, di daerah, maupun luar negeri. Pemerintah masih perlu keberpihakan pada UMKM karena masih lemah baik permodalan, teknologi, maupun jaringan.

Sementara Ismed Hasan Putro mengungkapkan, dalam dunia usaha itu matahari tidak selalu member warna pelangi yang indah, bisa saja jatuh dan bangkrut saat itu juga. UMKM itu perlu dapat perhatian tapi jangan mendikte. Ada dua hal kelemahan yang perlu  disoroti mengenai kelemahan UKM yaitu permodalan dan akses pasar. Di pasar basah yang dihuni oleh UKM   sulit dapat modal dari perbankan. Ada juga yang bisa membuat produk yang bagus tapi kesulitan mengakses pasar. Di sini  harus bahu membahu baik pemerintah, kadin, HIMPI, HPPI untuk memberi peluang usaha yang seluas-luasnya.

Sedangkan Bachtiar Rizky Akbar mengatakan, harus dilihat dari pendidikan terlebih dahulu.  Dari SD sudah dididik untuk menjadi job seeker bukan job maker. Mental wirausaha itu harus ditanamkan melalui pendidikan. Menurutnya lagi,  peserta didik harus diberi mental, belajar networking, dan juga ada praktek.

Rudi Gani menilai di dalam organisasinya sudah konsen terhadap UKM. Yang dikritisi olehnya soal sistem  ekonomi Indonesia yang neoliberal yang mengedepankan usaha swasta dan menyampingkan usaha kecil (UKM). Keadaan UKM sekarang ini masih jauh dari harapan, belum ada keberpihakan dari pemerintah.  Diakuinya memang ada grand design untuk UKM tapi hanya pada tataran teori pada prakteknya tidak ada.

Sementara, Lodofitus Dando memaparkan, hasil penelitian PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menyebutkan bahwa kemajuan sebuah bangsa 90% ditentukan oleh SDM   dan 10% oleh SDA. Indonesia  memiliki SDA yang melimpah, tapi kalau SDM-nya minim itu tidak berarti. Kedua, bahwa UMKM ini hanya bermodalkan mental saja. Krisis Eknomoni tahun 1997-1998 itu dibangun kembali oleh UMKM, pemerintah seharusnya memperhatikan hal ini.

Dari pandangan para mahasiswa itu, Agus Muharam menyikapi tentang UMKM. Menurutnya, UMKM  itu, pertama adalah pondasi, dindingnya adalah usaha menengah, atapnya adalah usaha besar. Kalau terjadi badai krisis yang kena lebih dulu adalah atapnya. Kalau sudah kena UMKM hancurlah ekonomi karena yang kena adalah pondasinya. Yang kedua adalah kewirausahaan harus diberikan sejak kecil. Terobosan yang sudah dilakukan Kementerian UKM dan Koperasi adalah   melalui pelatihan dan pendidikan, yang kedua melalui injeksi modal, yang ketiga adalah bagaimana membuka pasar, yang keempat bagaimana melakukan input teknologi, yang kelima adalah kemitraan.

Sementara Muhammad Firmansyah mengatakan, di Kadin banyak pengusaha besar yang membantu usaha kecil, seperti menjadi bapak angkat. Hanya saja, ada yang terekspos, ada yang tidak. UMKM ini jumlahnya besar, kontribusinya terhadap PDB di atas 30%,  usaha besar 40%, bedanya sedikit. Ini harus ada bantuan modal, pasar, jaringan, termasuk hal-hal yang non structural seperti pungutan, barang illegal, dan perundangan. “UMKM itu modal saja kecil ditambah pungutan makin repot,” kilahnya lagi.

Ismed Hasan Putro menambahkan, masalahnya ada di pemerintah, karena  yang pertama adalah inkonsistensi, Kementrian UKM dan Koperasi mengatakan kita dukung UKM, tapi di sisi lain pemerintah daerah mengusir usaha kecil dari tempatnya dengan alasan ketertiban dan lainnya. Yang kedua, tidak ada insentif dari pemerintah, sekarang kita baru mendengar dari Dirjen pajak, UKM akan dikenakan pajak. Ada 21 perusahaan migas menunggak pajak sepuluh tahun, jumlahnya triliunan rupiah.   Satu sisi   UKM digenjot supaya bisa bersaing dengan luar, sisi lain pemerintah sangat mudah untuk member ijin barang China masuk. “Jadi dimana konsistensinya? Tadi UMKM diibaratkan lantai karena lantai terus diinjak. Yang pengusaha besar yang diasumsikan atap, malah dikasih pinjaman modal, makanya kredit macet BLBI Rp 600 triliun tidak jelas,” ungkapnya.

About Inspirasi

Tabloid Inspirasi adalah tabloid dwimingguan yang berisi artikel dan opini dari para inteletual Indonesia yang ditujukan untuk membantu meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam mendukung good governance. Selain itu, Inspirasi juga menerbitkan biografi para tokoh yang memiliki karya besar dalam bidangnya.

Posted on 27 September 2011, in Ekonomi, Mata Mahasiswa. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar