“Ini Seperti Mengadu Kambing dengan Gajah..”

H. Sudir Santoso SH (Ketua Umum Parade Nusantara):

Ini Seperti Mengadu Kambing dengan Gajah..

 

Bicara soal bangsa tidak ada habis-habisnya. Dari bergam persoalan yang dikemukakan,  terkesan pemerintah selalu menjadi biang keroknya. Contoh ketika berdiskusi mengenai mampukah waralaba kita bisa go international?  Ketua Umum Parade Nusantara, H Sudir Santosa SH mengatakan kesalahan pemerintah itu ada tiga “i”, yaitu: regulasi, intervensi dan subsidi. Ketika disambangi Redaksi INSPIRASI di kawasan Cikini, Jakarta belum lama ini, pria kelahiran Pati, 4 Februari 1962 ini mengungkapkan persoalan itu semua dikarenakan kurang seriusnya pemerintah dalam memajukan dunia usaha. Untuk mengetahui lebih gamblang perbincangan itu, berikut petikan wawancaranya:

 

Beberapa usaha lokal sukses diwaralabakan. Bahkan, ada yang bisa memiliki outlet bisa hadir di luar negeri. Bukankah hal itu berarti waralaba kita memang mampu go international?

 

Kalau kita berbicara go international mungkin, kalau menurut saya oke-oke saja. Kita kalah start jauh. Statistik pembisnis orang-orang kita dengan Malaysia saja kita jauh. Sekarang Thailand sudah nyalip, Vietnam dalam beberapa hal saja kita sudah kalah. Kalau menurut saya,  kemungkinan waralaba lokal untuk go internasional, menurut saya jauh dari harapan. Penyebabnya adalah  culture, jadi culture pengusaha Indonesia ini tidak tahan banting. Kita lihat saja di Asia Pacific, jangan lihat Amerika dan sebagainya. Carrefour saja koperasi dari Perancis yang bisa mendunia karena didukung dengan manajemen yang sangat bagus.

 

Bagaimana dengan Rumah Makan Sederhana, Ayam Bakar Wong Solo, Ayam Goreng Kremes, yang berhasil membuka waralaba di luar negeri?

 

Memang sebetulnya ada beberapa item, misalnya kopi, makanan-makanan khas Indonesia, yang sebenarnya bisa go international. Tapi masuknya dia bukan karena kompetisi tapi karena keunikannya. Ada prestasi dari bangsa Indonesia sebelum waralaba marak, yaitu warung makan padang. Warung makan padang sebenarnya sudah go international semenjak tahun 1980-an. Di Amerika ada, di Rusia ada, di Filipina ada. Kalau dibilang tadi culture, pengusaha yang bisa go internasional itu ya orang Padang, karena culture dagangnya sangat kuat. Cuma belum ada image branding, karena mereka dulu belum mengenal sistem itu.

 

Bagaiamana peran pemerintah untuk membantu waralaba lokal go international?

 

Kalau kita berbicara masalah government, itu seharusnya yang dilakukan adalah tiga “I”, yang pertama ketika pemerintah dalam keadaan normal,  itu yang dibuat adalah “regulasi”. Seorang anggota parlemen di Amerika keberhasilannya dalam lima tahun itu diukur dalam seberapa banyak dia melahirkan undang-undang. Bukan dilihat dari fungsi budgetingnya atau legilasinya. Indonesia bisa dilihat, satu tahun paling cuma 10 undang-undang, Lebih parah lagi mayoritas adalah undang-undang yang bersentuhan dengan kepentingan sendiri, selebihnya “orderan”.

 

Wah, jadi menarik nih.. Kemudian, apa lagi Pak?

 

Kemudian “I” yang kedua adalah intervesi ketika negara dalam keadaan tidak stabil. Ketika harga beras tidak stabil misalnya, karena ulah spekulan, yang dilakukan adalah “intervensi” pasar. Karena pemerintah punya kekuasaan itu. Dia punya bank central, dia punya modal, dia punya alat. Lalu “I” yang ketiga adalah “subsidi”, ketika terjadi separasi yang cukup tinggi atau masyarakat tidak mampu menjangkau, pemerintah memberikan subsidi.

 

Bukannya hal itu sering disampaikan?

 

Ya, cuma pelaksanaannya belum tepat. Regulasi kita untuk go internasional waralaba belum ditata. UU ini kan inisiatifnya ada dua, bisa dari pemerintah ataupun DPR, tapi DPR sendiri belum ada inisiatifnya. Undang-undang kita itu kan dibuat berdasarkan kepentingan. Kalau lihat dunia usaha UU-nya kan UU penanaman modal, kita lihat satu pasal saja dari UU itu, negeri ini bisa terjual. Waralaba itu sulit untuk berkembang karena satu, regulasinya kurang care kemudian subsidi jauh tidak dilakukan, subsidi untuk kepentingan rakyat kecil saja nggak jalan.

 

Peran asosiasi sendiri,  apakah bisa mendorong pemerintah?

 

Saya orang asosiasi yang realistis bukan fatalistis. Asosiasi pengusaha yang besar di Indonesia ini kan Kadin. Tapi apa peran Kadin? Hanya dinikmati oleh kalangan elit saja. Banyak asosiasi-asosiasi yang hanya untuk kepentingan kelompoknya saja, tidak bisa mempengaruhi pemerintah.

 

Kalau lihat Petronas Malaysia, pom bensinnya (SPBU) ada di mana-mana, itu kan juga waralaba? Kenapa Pertamina tidak bisa seperti itu?

 

Tahun 1980-an Malaysia itu belajar kepada kita. Tapi sekarang menyodok atau menyalip kita. Itu karena ekonomi mereka berjalan oleh regulasinya. Anak-anak yang pintar dari Malaysia itu disediakan uang negara untuk belajar ke luar negeri sesuai dengan kompetensinya. Ingin belajar hukum, dikirim ke Belanda. Ingin menguasi iptek, dikirim ke Jerman. Ingin mengusai menejemen dan akuntansi, kirim ke Amerika. Bahkan ada yang dikirim ke Indonesia untuk mempelajari budaya Melayu dan sebagainya. Jadi, intinya regulasi. Tanggung jawabnya yaa parlemen. Harus ditekankan kepada parlemen kalau kinerjanya diukur dari regulasi yang dihasilkan, baik kuantitas maupun efektifitas.

 

Jadi, Bapak ingin mengatakan kalau kita tidak punya master plan?

 

Iya dong, Orde Baru yang dibenci-benci itu punya Repelita, dan semuanya dituangkan dalam GBHN. Reformasi ini hanya berbuah eforia kebebasan. APBN yang rata-rata mencapai Rp 1.300 triliyun itu 70% habis untuk belanja rutin, karena tidak ada regulasinya.

 

Waralaba yang ada di dalam negeri itu kan bisa menghancurkan ekonomi kecil. Mereka bangun minimarket atau mall, sementara di sampingnya pasar. Bagaimana menurut Bapak?

 

Pemerintah kurang konsisten dalam masalah ini. Ini seperti mengadu kambing dengan gajah. Kemampuan rakyat kita masih kambing, sementara pesaing dari luar itu gajah. Ini akan debatable, tapi mereka pasti punya alasan-alasan. Parade Nusantara meneliti itu di daerah, sepanjang 4 Km usaha-usaha masyarakat asli mati karena adanya gurita warung waralaba yang sampai ke kecamatan-kecamatan, bahkan desa. Akibatnya, usaha di desa yang sudah kecil disaingi lagi oleh gurita. Akhirnya, solusi jadi buruh migran di kota ataupu jadi TKI dan TKW di luar negeri. Ini karena pemerintah lalai dalam regulasi. Sekitar 70% masyarakat Indonesia itu tinggal di desa. Tapi APBN untuk desa hanya 1,3% saja dari APBN total. Ini karena tidak ada regulasi yang jelas. Jadi, kembali lagi waralaba itu ikut mematikan bisnis rakyat kecil.

 

Kemudian dalam konteks subsidi, BBM sendiri sudah disubsidi oleh pemerintah, pendapat Bapak bagaimana?

 

Menurut saya salah. Lihat mobil-mobil di jalanan, Pemerintah tidak mensubsidi petani kita.bagaimana caranya? Petani kita ini kan sangat sulit mendapat kepercayaan bank. Kenapa pemerintah tidak membuat subsidi atau membuat asuransi yang menjamin kepada mereka. Tahun 1980-an orang kaya di desa itu sangat susah untuk mendapatkan sepeda motor. Tapi di tahun 2000-an cukup dengan KTP dan KK uang muka Rp 500 ribu mereka bisa bawa motor, sangat mudah. Kenapa karena ada leasing yang dijamin oleh asuransi. Ini barang konsumtif yang tiap hari  mengrogoti terus. Petani yang pejuang pangan kita harusnya disubsidi dengan asuransi agar mereka punya akses terhadap pemodalan. Pemerintah ini lebih suka mensubsidi BBM karena ada hitungan keuntungannya.

***

Pria yang sempat menjadi Kepala Desa selama 12 tahun dari 1987-2009 di desa Gedung Winong, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ini, juga angkat bicara soal pertanian dan nasib petani, karena baginya ia merasa orang desa yang tidak begitu diperhatikan oleh pemerinta baik di tingkat propinsi maupun pusat. Wajar saja dengan Parade Nusantaranya, yang memiliki anggota 680 ribu anggota perangkat desa, tidak bosan-bosan turun ke jalan untuk menyuarakan UU Desa. Ia juga sudah menjalin komunikasi dengan semua fraksi DPR RI. Namun anggota parlemen memenjelaskan tidak bisa berbuat banyak. Karena draft UU Desa masih berada di tangan ekskutif ( pemerintah ). Akibat kejadian itu menjadikan DPR RI tidak bisa melakukan pembahasan dengan Mendagri. saat ditanya soal pertanian, pria yang juga menjabat Ketua I Dewan Tani Indonesia bersemangat dan antusias.

 

Bapak tadi menyinggung masalah asuransi pertaninan. Sepertinya itu wacana yang bagus untuk petaniBisa Bapak jelasnkan lebih jauh?

 

Ini lagi-lagi, masalah goodwill dari pemerintah yang kurang. Kita harus lihat multiplier effect-nya. Misalnya, petani diberi bibit baru untuk intensifikasi pertanian, ya mereka mau karena ada jaminan kalau gagal. Yang kedua, kalau tidak ada pupuk, petani yang teriak akan kurang didengan. Tapi kalau ada asuransi, asuransi bisa ikut turun tangan memastikan ada pupuk. Kan kalau tidak ada pupuk, asuransi yang rugi…

 

Kalau di asuransi kan ada premi yang harus dibayar.. Nah, untuk dapat asuransi apakah petani mau bayar premi?

 

85% petani dan nelayan itu terlibat rentenir/lintah darat. Jadi, petani mampu, sebenaranya. Kalau sudah tidak mampu, kembali lagi pemerintah yang turun tangan melalui regulasinya. Lebih baik subisidi kepada petani. Petani menghasilkan beras, berasnya tidak impor, tercipta lapangan kerja di desa.

 

Tadi kan Bapak berbicara masalah regulasi yang kurang. Menurut Bapak solusinya apa?

 

Solusinya ya harus ada revolusi sistem, jangan malu-malu lagi. Orang pinter kalau berada dalam sisitem yang buruk akan ikut buruk. Orang buruk kalau ada dalam sistem yang baik akan baik.

 

Bagaimana caranya untuk melakukan revolusi sistem di Indonesia ini?

 

Saya kalau berbicara revolusi itu harus dari politik. Indonesia ini kan kalau revolusi anggapannya berdarah-darah, padahal tidak perlu harus begitu. Revolusi dalam kamus bahasa Indonesia itu artinya perubahan total, perubahan siginifikan. Revolusi Meiji (di Jepang, red), revolusi industri, semuanya revolusi, tapi tidak berdarah-darah.

 

Indonesia ini reformasi saja sudah berdarah-darah, bagaimana ini Bapak?

 

Oh, harus tidak.. Indonesia saat ini membutuhkan pemimpin yang visioner, strong man, tapi bukan diktator. Keputusan jelas dan tepat. Juga terarah dan terukur. Presiden punya kewenangan yang sangat besar, kenapa tidak digunakan untuk menyejahterakan rakyatnya?

 

Kalau asuransi pertanian itu disediakan, ketahanan pangan kita bisa terbantu, Pak?

 

Jawaban pasti. Di jaman perubahan iklim ini perang yang akan terjadi bukan untuk memperluas kekuasaaan tapi karena pangan. Amerika negara kaya petaninya itu disubsidi kok.

 

Negara mana saja yang sudah menerapkan asuransi pertanian? 

 

Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Thailand, China dan masih banyak lagi negara-negara yang menerapkan asuransi pertanian.

 

Saat ini asuransi pertanian yang ada di Indonesia bagaimana?

 

Asuransi yang ada di Indonesia itu baru kepada perkebunan sawit, itu semua dikuasai oleh korporasi. Kalau dari sisi pertanian pangan, padi misalnya, itu belum ada.

 

 

 

 

 

 

Bio Data

 

Nama Lengkap                        : H. Sudir Santoso, SH.

Tempat Tanggal Lahir                        : Pati, 4 Februari 2011

Agama                                     : Islam

Pendidikan                              : S1 Fakultas Hukum Univeritas 17 Agustus Semarang

S2 Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus Semarang

S3 Universitas 17 Agustus Semarang (dalam penyelesain)

Pengalaman Kerja                  : 1987-2009: Kepala Desa Kedung Winong, Kecamatan Sukolilo,

Kabupaten Pati, Jawa Tangeh

Saat ini    : Advokat

Organisasi                               : 2002-Sekarang Ketua Umum Parade Nusantara (Persatuan

Rakyat Desa Nusantara)

Ketua I Dewan Tani Indonesia

About Inspirasi

Tabloid Inspirasi adalah tabloid dwimingguan yang berisi artikel dan opini dari para inteletual Indonesia yang ditujukan untuk membantu meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam mendukung good governance. Selain itu, Inspirasi juga menerbitkan biografi para tokoh yang memiliki karya besar dalam bidangnya.

Posted on 27 September 2011, in Ekonomi, Wawancara. Bookmark the permalink. 1 Komentar.

Tinggalkan komentar